Sketsa penulis: Robith Fahmi |
Gen Z sebutan untuk generasi kelahiran 1997-2012. Mereka bisa juga disebut generasi digital sebab kelahirannya bersamaan dengan berkembang pesatnya dunia teknologi. Generasi ini terbiasa dengan gadget dalam kesehariannya, mereka candu dengan internet, media sosial menjadi penyebab utama kehidupannya tidak bisa lepas dengan handphone. Semua kehidupannya seolah hanya berada dalam segenggam layar, problem kehidupannya ditumpahkan ke medsos, segala kerumitan masalah mencari solusi di google, mereka hidup dengan segala kemudahan dan instan.
Dampaknya, rentan stres dan mudah mengeluh serta enggan hidup dalam tekanan. Segala kemudahan yang disediakan internet menyebabkan mental mereka lemah, terbiasa dengan sesuatu yang instan dan sederhana akhirnya menyederhanakan semua pekerjaan, tidak mau bersusah payah menuntaskan pekerjaan yang sebenarnya mampu mereka kerjakan, menghindari beban berat. Lemahnya mental Gen Z ini, rupanya berpengaruh terhadap dunia pekerjaan mereka. Sebagaimana laporan Intelligent, platform konsultasi pendidikan dan karir yang dimuat CNBC Indonesia pada 21 Oktober 2024.
10 perusahaan yang di survei, telah memecat lulusan universitas yang baru mereka rekrut tahun ini. Beberapa alasan yang disebutkan dibalik keputusan ini antara lain kurangnya motivasi dari karyawan, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk. Berikut alasan mengapa perusahaan memecat karyawan Gen Z: Kurangnya motivasi atau inisiatif - 50 persen. Kurangnya profesionalisme - 46 persen. Keterampilan berorganisasi yang buruk - 42 persen. Keterampilan komunikasi yang buruk - 39 persen. Kesulitan menerima feedback - 38 persen. Kurangnya pengalaman kerja yang relevan - 38 persen. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk - 34 persen. Keterampilan teknis yang tidak memadai - 31 persen. Ketidakcocokan budaya - 31 persen. Kesulitan bekerja dalam tim - 30 persen.
David Yusra, menceritakan pengalamannya bagaimana rumitnya menangani Gen Z. Menurutnya, mereka tidak bisa ditekan, tidak bisa diberi materi yang berat, bila itu dilakukan maka proses pendampingan akan gagal sebab mereka akan memilih untuk keluar dari organisasi, cara menanganinya harus dilakukan sehalus mungkin. Pernah Ia meminta panitia acara untuk membuat surat permohonan dana kegiatan kepada senior yang saat itu, sorenya akan kembali ke Jakarta, sehingga surat tersebut harus dikerjakan cepat.
Hingga menjelang sore, surat tersebut belum juga selesai. Merasa jengkel, sebagai senior David semula memanggil panitia yang disuruhnya. Namun, Ia beralasan bahwa rekannya yang bagian menyusun surat menyurat tidak bisa dihubungi. Akhirnya David marah, kata dia seharusnya surat tersebut bisa dikerjakan hanya dengan satu kali kedipan mata sebab kop surat berikut contohnya sudah ada, tinggal mengedit sedikit, prin dan selesai. Namun, akhirnya David pun menyesal karena telah meluapkan emosinya sebab panitia tersebut seketika itu juga mundur menjadi pangatur acara dan dengan tegas mengatakan tidak akan lagi bersedia menjadi pananggung jawab di agenda apapun.
Problem mental Gen Z ini akan berdampak pada harapan pemerintah yang seringkali menyebut Indonesia emas 2045. Sebab, hitungan tersebut berdasarkan kalkulasi bonus demografi yang nantinya di tahun 2045, generasi Gen Z akan menjadi pemain utama. Bayangkan, bila saat ini mental mereka lemah, mudah menyerah, enggan bersusah payah. Maka, 2045 bukan Indonesia emas melainkan Indonesia cemas. Oleh sebab itu, Menteri Pendidikan yang baru dilantik oleh Prabowo, harus mengevalusi kembali semua kebijakan menteri sebelumnya, harus bisa memberikan solusi atas persoalan mental, agar harapan di masa depan benar-benar terwujudkan.
Penulis: Robith Fahmi
Penikmat Kopi Hitam