Malam ini, di lapangan dekat rumah ada atraksi seni bela diri Pencak Silat dari perguruan Cimande. Mulai memperagakan jurus-jurus mereka hingga bertarung namun bukan bertarung sungguhan. Tapi, tidak lebih sekedar untuk hiburan, tidak memukul sungguhan, meski beberapa kali, mereka juga memperagakan duel menggunakan senjata tajam--celurit.
Saya respect dengan perguruan ini, mereka mencoba mempertahankan kekayaan budaya nusantara lewat pertunjukan sederhana di tengah masyarakat, beberapa bulan lalu mereka juga tampil di barat rumah, warga sekitar antusias melihatnya. Saya tanya ke tetangga, katanya pagelaran seperti ini dilakukan perguruan Cimande secara rutin bergiliran, disamping untuk menghibur masyarakat juga memperkenalkan perguruan mereka.
Dulu, sewaktu duduk di bangku SMA, saya sempat ikut Pencak Silat, perguruan Merpati Putih. Pelatihnya ramah dan menyenangkan, saya memanggilnya Mbah Jamin, beliau selalu berpesan agar tidak sombong meski sudah pandai Pencak Silat sebab kata beliau di langit masih ada langit. Mbah Jamin waktu itu selalu menekankan, berlatih silat untuk menjaga diri bukan untuk bertarung sembarangan, terkecuali di arena kompetisi.
Beberapa bulan belakangan, Jember sedang tidak aman, seringkali terjadi kekacauan berupa pengeroyokan oleh salah satu perguruan pencak silat kepada pesilat lain dari perguruan lain. Bahkan, ada juga warga biasa yang bukan dari perguruan silat kena orogansi mereka, salah satu korbannya dari perguruan Pagar Nusa di Kecamatan Bangsalsari. Saat dua pesilat PN ngabuburit bulan Puasa kemaren, mereka mengenakan atribut perguruannya, tiba-tiba dikeroyok tanpa sebab. Akhirnya, keduanya babak belur masuk rumah sakit.
Keributan di beberapa titik berupa pengeroyokan hingga perusakan selalu dilakukan oleh pesilat dari perguruan yang sama. Saya tidak habis pikir, ada apa dengan perguruan ini dan kenapa pesilatnya bisa arogansi demikian, apakah oknumnya yang salah atau organisasinya tidak bisa mendidik pesilatnya--entahlah. Lagi, rentetan kejadian yang merugikan orang lain itu, tidak ada pernyataan sikap atau permohonan maaf dari ketua maupun pengurusnya, saya jadi bertanya-tanya, apakah organisasi ini memang sengaja di desain mencetak pesilat yang demikian yaaa.
Akibat seringnya kejadian pengeroyokan, saya baca di media, DPRD, Kapolres, Wabup sampai duduk bareng bersama seluruh ketua-ketua perguruan silat di kantor DPRD. Mereka berdiskusi untuk mencari solusi agar tidak terjadi lagi kejadian serupa. Mereka bahkan diminta menandatangani kesepakatan yang mana salah satu klausulnya, bila berbuat onar maka organisasinya akan dibekukan. Sialnya, ketua organisasi silat yang pesilatnya sering berbuat onar ini enggan membubuhkan tanda tangan, ia beralasan akan sosialisasi lebih dulu kepada pesilat-pesilatnya.
Alasan yang diutarakannya, memperkuat dugaan saya bahwa pengeroyokan kepada orang di luar perguruannya adalah hal yang lumrah dan patut disinyalir ada pembiaran. Bila dugaan ini benar, maka keberadaan mereka sangat berbahaya untuk ketentraman warga Jember. Sebuah tulisan opini, saya membacanya tadi, narasi pembelaan terhadap ketua organisasi ini yang dinilai sudah benar sebab katanya politis lantaran yang datang ada dari PCNU sementara PN Banom NU. Dan, juga mempersoalkan posisi Wabup Gus Firjaun yang juga orang NU.
Robith Fahmi