Ilustrasi diambil dari Tribunnews.com |
Mungkin, demikian judul tesis teman saya yang pernah dia sampaikan saat kami bincang-bincang santai. Obyek penelitiannya di Pilkada Jember kemaren, dimana ada tiga kandidat yang bertarung diantaranya dr. Faida - Dwi Arya Nugraha Oktavianto, Hendy Siswanto - Gus Firjaun dan Cak Salam - Ivan Ariadna.
Secara pasti, saya tidak paham siapa saja yang dijadikan narasumber dalam tesisnya sebab kata dia masih belum selesai. Dan, menggunakan metodologi penelitian kualitatif atau kuantitif, saya tidak paham. Namun, tesis tersebut layak untuk dibuka ke publik nantinya bila sudah diuji secara akademis untuk membuka tabir gelap di Kabupaten Jember.
Kita semua tahu bahwa sejak dr. Faida menjadi orang nomor satu di Jember, perpolitikan selalu diwarnai dengan kegaduhan. Apalagi, menjelang Pilkada 2020, kondisi kian memanas, mulai demonstrasi hingga perang opini di media sosial bahkan media maenstrem seolah terpecah menjadi dua kubu.
Saya juga tidak paham secara spesifik siapa yang disebut bandit dalam tesis teman saya itu, apakah kelompok rahasia dibalik kacaunya perpolitikan di Jember atau mereka yang terbiasa turun ke jalan menyuarakan kepentingan atau para elit yang berpolitik kotor. Pastinya, kita semua bertanya-tanya.
Saat Pilkada berlangsung kemaren, ketika dr. Faida cuti kampanye. Saya menerima catatan dari salah seorang teman yang berisi hasil investigasi praktek permainan pejabat untuk menjatuhkan dr. Faida, ada beberapa nama pejabat Pemkab Jember dan Provinsi dalam catatan yang disebut oleh pasukan semut hitam tersebut.
Catatan dirilis 10 November 2020 oleh pasukan semut hitam, laskar penjaga demokrasi berdaulat dan millenial anti korupsi. Bahkan, catatan tersebut dikirim ke beberapa instansi, mulai Kementerian, kantor media hingga lembaga penegak hukum. Tapi, sampai Pilkada selesai catatan tersebut tidak pernah mencuat ke publik.
Padahal, bila diungkap akan menjadi titik terang, bagaimana kegaduhan itu yang diduga sengaja dibuat dengan strategi yang sudah dipersiapkan secara matang. Permainan kelompok mawar hitam, proses transfer informasi dari pejabat ke media pendukung dan kelompok yang sudah dipersiapkan untuk turun ke jalan.
Menurut Mancur Olson, demokrasi memang berpotensi melahirkan Roving Bandits (Bandit Berkeliaran), dalam tesisnya Olson berkaca di Rusia pasca Uni Soviet. Selain Roving Bandits, kata dia juga melahirkan Stationary Bandits (Bandit menetap) yang siap-siap melahap kekayaan negara.
Tempo 23 September 2019 menurunkan artikel dengan judul 'Negara Hukum Para Bandit' yang ditulis Petrus Richard Sianturi. Calon Magister Hukum ini mengulas tulisan Wibowo 'Demokrasi untuk Indonesia'. Menurut Petrus, tesis dari Wibowo belasan tahun silam itu perlu dipertimbangkan secara serius saat ini, mengingat negara hanya antara istana dan senayan.
Sementara pelakunya, hanya segelintir elit yang seharusnya menjadi pelayan justru menjadi penentang rakyat, sebagaimana lahirnya UU Pelemahan KPK dan terakhir Omnibus Law meski demonstrasi dimana-mana, namun hanya dianggap angin belaka.
Jember, selama ini didominasi Pemkab dan DPRD sebagai penguasa panggung serta sekelompok yang mengaku aktivis memprovokasi dari jalanan, mereka yang turun ke jalan ibarat outsider kepentingan dua lembaga negara itu. Lantas, siapakah yang mengkooptasi dan mengerdilkan demokrasi Jember 2020?
Tunggu saja sambil ngopi, sebab saya yakin tesisnya tidak bakalan selesai dalam waktu dekat sebab kendaraan yang biasa digunakan untuk mencari data, di sodaqohkan dengan sadar dan tidak ikhlas.