Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

JFC, Menilai Pakem Pakaian dengan Seni

Senin, Agustus 05, 2019 | Agustus 05, 2019 WIB Last Updated 2021-11-01T11:14:44Z
Foto Robith Fahmi dengan editing kartun

Beberapa hari ini, warga Jember lagi ramai dengan pagelaran tahunan Jember Fashion Carnafal (JFC) sebab ada yang berbeda dengan JFC kali ini, yakni diikuti artis ibukota, Cinta Laura. Bukan sosok Cinta Laura yang jadi sorot perhatian melainkan pakaian yang dikenakannya, segelintir orang menilai kurang sopan sebab memperlihatkan bagian pahanya. Di Group medsos menjadi perdebatan pro dan kontra, media daring juga memberitakannya dengan mencari narasumber yang kontra agar bisa terus diaduk-aduk dan jadi pergunjingan. Dilihat dari kacamata agama memang sulit untuk menemukan kebenaran dari pakaian yang dikenakan Cinta Laura. Tapi, coba nilailah dengan seni.

Dikutip dari JatimPlus.id dengan judul berita "Erotisme dalam Tarian Jawa dan Pakem Busananya". Tarian tradisional tidak selalu mengajarkan budi pekerti namun juga ekspresi berbagai perasaan manusia/komunitas, tak terkecuali erotisme. Tari Gambyong, menurut sejarah merupakan pengembangan dari Tayub atau Ledhek bila di Jawa Tengah, atau Ronggeng bila di daerah Jawa Barat dan Pantura. Secara umum, Tari Ronggeng merupakan tari hiburan rakyat yang ditarikan dengan erotis untuk menghibur laki-laki. Lepas dari kesakralan yang terkandung di dalamnya, secara gerak dalam bahasa tari merupakan gerakan yang menonjolkan sisi erotisme. 

Kembali pada pakaian yang dikenakan Cinta Laura yakni kostum Hudoc dari suku dayak Kalimantan Timur. Biasanya, kostum hudoc menggunakan dedaunan sebagai penutup tubuh dilengkapi dengan topeng, kostum ini digunakan setiap hendak menanam padi, medio September-Oktober setiap tahun. Oleh Presiden JFC, Dynand Faris di modifikasi sedemikian rupa sehingga tampak lebih elegan dan memukau bahkan dikenakan miss supranational di Polandia oleh Wilda Octaviana Situngkir.

Tentu, Dynand Faris faham dengan disain yang telah dirancangnya. Sebagai presiden JFC yang juga asli Jember, pastinya telah mempertimbangkan disain baju yang dirancangnya, tidak semerta-merta menghilangkan pakem aslinya sebab walau bagaimana pun akan menghilangkan kekhasannya sebagai busana khas daerah. Semisal, bila kemudian di disain topeng diganti hijab dan penutup daun pisang diganti dengan jubah. Setiap persoalan, tidak bisa dinilai dengan satu sudut pandang, apalagi Indonesia, Jember khususnya merupakan kabupaten majemuk dengan warga dari berbagai latar belakang, benar menurut kita belum tentu benar menurut mereka, salah menurut kita belum tentu salah menurut mereka.

So, JFC is the best Carnafal in the word number 3 and I love JFC, Thank's a lot for Dynand Faris.

Penulis: Robith Fahmi

×
Berita Terbaru Update